Aku
tidak mengerti bagaimana rasa ini mulai menjelma, bagaimana hati ini tertuju
padanya yang sedikit pun tidak memiliki kepekaan rasa. hufff... dasar manusia singkat kata tapi entah
mengapa sikapnya yang dingin itu yang justru
membuatku terpesona.
Muhammad
Ilham Nur Karim. Ketua OSISku yang rupawan, cerdas dan terlebih dia sangat soleh.
Rasanya tidak heran kalau sebagian besar kaum hawa yang ada di sekolah ini
mengidolakannya. Hemmm... Ilham??? menyebut namanya saja seakan taburan bunga
menghiasi ruang hatiku yang hampa. Oh ini kah yang dinamakan cinta atau kah
hanya rasa kagum semata. Entahlah, tapi orang yang ada di hadapanku ini
membuatku bertanya-tanya.
Dalam
diam, aku menatapnya yang tampak serius membuka lembaran demi lembaran berkas
yang ada di hadapannya dan sepertinya perhatiannya tidak teralihkan, ia tetap fokus
dengan berkas itu dibandingkan dengan kehadiranku yang sedikit pun tidak
dihiraukannya.
Hati
kecilku mulai bergemuru kesal. Untuk apa orang ini memintaku menemuinya di
perpustakaan ini jika hanya ingin mengabaikanku. Dari tadi kerjaannya hanya
bungkam, diam tanpa kata. Rasanya aku ingin menerkamnya menta-menta saja.
Sekali pun aku mengidolakannya tapi lama-lama kesal juga melihatnya seperti
ini.
“Maaf kak, bukannya kakak memanggilku yah??“ tanyaku
yang sepertinya mulai membuatnya mengalihkan perhatiannya dari berkas yang
sedari tadi ingin aku rampas dari tangannya, soalnya karena berkas itu aku sama
sekali tidak dipedulikan. Sesaat ia menatapku, tapi tatapan itu tidak
berlangsung lama karena secepat kilat ia menjatuhkan pandangannya seakan enggan
melihatku. Apa aku seburuk itu yah?? gumamku dan masih menatapnya penuh tanya
“hemmm...
memanggilmu??“ balasnya dengan mimik wajahnya yang tampak bingung. Oh Tidak?? Pipi
tomatku kambu, ku rasakan pipiku mulai memanas dan kini pasti memerah bag
kepiting rebus. Ish, sepertinya aku akan menanggung malu. Bagaimana kalau kak
Ilham tidak benar-benar memanggilku dan bagaimana kalau Mila Cuma mengerjaiku
saja. Oh Liana Malangnya nasibmu
“lah..
bukannya tadi kak Ilham yang berpesan ke Mila untuk menyampaikan panggilan kak
Ilham sendiri agar aku menemui kakak di perpus ini?? “ terangku dengan penuh
kecemasan
“oh..
yang tadi itu yah?? sebenarnya tadi aku memintamu untuk menemuiku karena aku
harus menyerahkan undangan pelaksanaan pengkaderan anggota oraganisasi ROHIS
(rohani islam ) yang baru. Tapi sebelumnya aku sudah menitipnya ke Aisyah, apa
Aisyah belum menyarahkannya padamu “
“sudah
sih kak, tapi Aisyah menyerahkan undangan itu sebelum Mila datang padaku dan
memintaku untuk menemui kakak“
“owh...
gitu yah“
Ish, nih orang lama-lama menyebalkan juga yah.
Bukannya menanggapi peryataanku ia malah ber_Oh ria.
“terus
kak“
“terus
apanya??“ tanya kak Ilham yang semakin membuatku kesal
“te...
terus, aku harus ngapain kak eh maksudnya aku boleh pergi kan? “ ucapku gugup
karena perasaanku mulai tidak karuan.
“Lia..
Lia kenapa harus beratanya, tentu saja kamu boleh pergi“ jawabnya yang semakin
membuatku malu dan rasanya ingin lenyap saja dari hadapan manusia menyebalkan
ini. Lagian kenapa juga sih aku bertanya apa kah aku boleh pergi atau tidak?? bukannya
dia juga malas walau hanya sekedar melihatku.
* * *
Saat
ini aku sudah berada di dalam kelas bersama Aisyah sahabatku, tapi rasanya separu
nyawaku masih tertinggal di perpus tadi. Menghadapi sikap kak Ilham, membuatku
sadar jika sedikit pun aku tidak berarti baginya.
“Lia
kamu kok lemas gitu sih?? kepikiran kak Ilham lagi yah“ tanya Aisyah yang sontak
membuat kedua mataku menyorot tajam ke arahnya. Luar biasa sekali nih anak,
selain kecerdasannya yang membuatku terkagum-kagum ternyata dia juga bisa baca
pikiran orang ?? rasa tabjukku semakin meningkat dengan Aisyah.
“
kamu kok tahu sih Aisyah??? “
“
Lah...bagaimana mungkin aku tidak tahu
Lia ?? kalau curhatan kamu setiap hari saja cuma tentang kak Ilham “
“hehehe
iya sih“ jawabku sambil cengingisan yang dibalas dengan tatapan eneh oleh
Aisyah.
“Lia...
aku sudah pernah bilang, Cinta kamu pada manusia jangan pernah melebihi cinta
kamu kepada Allah karena kalau itu terjadi kamu tidak akan dapat apa-apa
kecuali kekecewaan. Ingat Lia sebaik-baiknya Cinta saat engkau mencintainya di
bawah naungan Cinta Allah “
“terus
aku harus bagaimana dong Aisyah??“
“tepiskan
perasaanmu ke kak Ilham, jahui kak Ilham karena yang patut kamu dekati bukan
kak Ilham tapi Allah lah Lia !! ingat Lia jika kamu menginginkan kak Ilham
mintalah dia kepada Pemeliknya yaitu Allah, bukan mendekati kak Ilham dengan
berusaha mencuri perhatiannya “
Aku
hanya diam berusaha mencerna perkataan Aisyah. Yah...benar yang dikatakan
Aisyah, selama ini aku hanya sibuk mengejar cinta dari seorang yang belum tentu
bisa aku miliki hingga aku lupa bagaimana cara mengejar cinta dari Rabb yang
telah menciptakan aku.
Selang
waktu berjalan, perlahan aku mulai berusaha untuk berubah. Berusaha berubah dari Liana yang dulu, Liana
yang hanya sibuk mengejar cinta kak Ilham, menjadi Liana yang senantiasa
menyibukkan diri untuk mendekatkan diri pada Illahi. Tidak ku pungkiri Aisyah
lah yang telah menuntunku dan senantiasa menemaniku dalam peroses hijrah ini.
Aisyah yang belum lama menjadi sahabatku karena dia adalah siswi pindahan dari
sebuah pesantren, tapi ia telah membuat hatiku tergugah untuk berubah menjadi
lebih baik.
Tepat
di sebuah toko buku, saat aku sedang sibuk mencari buku Al-Islam yang di
sarankan oleh Aisyah untuk kumiliki, tiba-tiba perhatianku mengarah pada dua
sosok yang sepertinya tidak asing lagi dimataku. Kak Ilham? Aisyah?? aku terkejut bukan karena
mereka mulai menuju ke arahku tapi karena aku milihat kak Ilham yang sedang
merangkul Aisyah dengan senyuman yang masing-masing menghiasi wajah mereka.
Hatiku seketika memanas, tanpa sadar air mataku mulai berlinang. Yah Allah
benar kah yang kulihat ini? Mereka yang katanya enggan bersentuhan apalagi
sampai berpacaran? Tapi kenapa kak Ilham merangkul Aisyah dan Aisyah terlihat
sama sekali tidak keberatan. Kedekatan mereka yang kulihat ini sunggu
menunjukan jika ada hubungan di antara keduanya.
“Liana..“ Uajar Aisyah yang sepertinya baru sadar akan
kehadiaranku. Tapi secepat mungkin aku berlari meninggalkan mereka berdua.
Sekarang rasa kecewaku tak dapat diungkapkan dengan kata-kata.
“Lia
Tunggu“ kini sebuah tangan mengalun di pergelangan tanganku dan menghentikan
langkahku.
“kamu
mungkin salah paham Lia??“
“salah
paham?? Lebih tepatnya aku salah karena
telah percaya padamu dan terlebih aku salah karena mencintai seseorang yang
ternya mencintai sahabtku sendiri. Andai saja dari awal kamu mengatakan kalau
kak Ilham sudah memilihmu, aku tidak akan pernah berharap lebih padanya“
“astaga!!!
Cinta apa yang kamu maksud Lia ?? Kak Ilham itu abang aku, saudara kandung aku
?? apa seorang kakak tidak boleh merangkul adiknya sendiri”
“apa
SAUDARA?? “ tanyaku ragu
“yah
kamu benar. Aisyah Nur Karim adalah saudari kandungku, saudari dari Muhammad
Ilham Nur karim” sekarang bukan Aisyah yang menjawab melainkan kak Ilham. Disisi
lain aku hanya terdiam menunduk malu. Ya Allah ternyata aku salah paham.
“Lia..
jujur saja aku sangat bahagia melihat perubahanmu yang sekarang. Aku bahagia
Aisyah mau membantuku untuk membuatmu berubah”
“membantu??”
pekikku bingung
“
iyah membantu, karena jujur saja aku ingin melihatmu berubah menjadi lebih
baik, dan tanpa kamu sadari aku juga
memiliki rasa yang sama sepertimu, hanya saja caraku mencintaumu berbeda dengan
caramu mencintaiku. Karena yang aku tahu cara terbaik mencintai wanita adalah
menjahuinya, kemudian mendekati walinya, lalu berdoa kepada Pemilik hatinya.
Dan itulah cara yang berusaha aku lakukan untuk mencintaimu Lia “
Ya...Allah
benarkah yang kudengar ini?? Cinta yang aku damba ternyata turut mengarah
padaku tanpa pernah ku duga dan dengan jalan yang jauh lebih indah.
Blog Post ini ditulis dalam rangka mengikuti kompetisi menulis Unexpected Love yang diadakan oleh Ellunar Publisher dan Kowala
Komentar
Posting Komentar